Thursday, July 22, 2010

Masalah dengan Indonesia

Kritik terhadap bangsa ini seakan -akan tak pernah berhenti. Kritik yang datang baik dari dalam dan luar negri. Kita (termasuk saya) sebagai bangsa Indonesia merasa acuh tak acuh terhadap kritik-kritik baik secara langsung maupun tidak langsung yang di tujukan pada kita. SBY dalam pidatonya mengebu-gebu tentang rencana untuk membersihkan Indonesia dari korupsi, namun penelitian yang di sellenggarakan oleh orang asing membuktikan Indonesia sekarang berada pada nomor satu peringkat negara terkorup di Indonesia. Sebuah prestasi yang hebat karena sebelum-sebelumnya kita selalu berada dalam wilayah 5 besar dan sekarang kita telah menjadi juaranya.

Saya jadi ingat akan beberapa sketsa yang dibuat orang untuk menggambarkan keadaan negara kita ini sepert:

Kalau di Cina, korupsinya di bawah meja,
Kalau di Mexico korupsinya di atas meja
Kalau di Indonesia, Korupsinya sekalian dengan mejanya.
Lalu ada juga....

Di gambarkan di pintu surga terdapat jam-jam yang menggambarkan laju korupsi negara-negara di dunia, terdapat negara-negara Afrika, Asia serta Amerika Selatan yang memiliki putaran jarum jam yang cepat. Lalu datang seorang dari Indonesia dan bertanya kepada malaikat penjaga pintu surga "Diantara jam-jam ini, kok Indonesia tidak ada ya? apakah kita akhirnya sudah bebas korupsi?" Lalu sang malaikat menjawab dengan sedikit prihatin "Maaf, jamnya terpaksa kami taro di dapur, sebagai exhaust fan untuk mengusir asap".

Dan sketsa-sketsa ini terus bermunculan yang baru dan semakin jenaka dan kita sebagai warga negara hanya membaca dan tertawa, memandang sebelah mata pada fenomena yang terjadi ini. Sebenarnya bukan korupsi saja masalah utama kita, namun sepertinya korupsi itu menjadi sebuah hal yang mendarah daging di sini. Akuilah, kita juga pasti pernah korupsi, ntah itu mengambil uang spp, atau uang bensin atau uang-uang lain yang tidak jelas kegunaanya. haha.

Selain korupsi, moralitas juga menjadi faktor utama, sepertinya negara kita ini sudah kehilangan moralnya. Perilaku egoisme individu individu kita menjadi cerminan akan hal ini, saya tidak akan membahas banyak tentang masalah ini karena contohnya banyak diantara kita seperti dari budaya kita berlalu lintas, sikap kita yang kadang memandang segala/semua permasalahan secara dangkal. "yang penting cepat selesai", atau "yang pentinLsg saya tidak dirugikan". Bukankah itu menjadi santapan sehari-hari kita dalam menyelesaikan sebuah masalah??

Banyak sebenernya aspek-aspek yang dapat saya bahas dan jadi bahan lelucon tentang negri kita ini, namun tentu saya males membahasnya satu-satu dan tentu anda tidak akan baca (kalau ada yang memang membaca blog saya ini), tapi satu hal yang bikin saya tertawa adalah ketika tadi menonton berita "Warga rusak rumah yang diduga pemiliknya mempunyai ilmu santet". Ini sudah merupakan zaman globalisasi dan modernisasi (kata orang-orang pintar) sudah abad ke 21, sudah abadnya pesawat tanpa awak dan kloning manusia, tapi SANTET?? apakah ini juga merupakan buah dari abad ke21??Saya masih teringat perkataan dosen Hukindo (Hukum Indonesia) dia bilang bahwa di Indonesia masih terdapat undang-undang yang mengatur tentang urusan santet menyantet? Bukankah hal ini sangat menggelikan??, anda saja yang menentukan.....

Sunday, July 18, 2010

Tentang apa jadinya diri kita di masa depan.

Pernahkah anda berpikir (bila anda sedang mengalami usia seusia dengan saya, yaitu 20 tahunan), apa jadinya anda ketika lulus kuliah kelak? Apakah anda dapat menggunakan segala kemampuan dan pengetahuan formal yang anda peroleh di perguruan tinggi secara maksimal? Akan kah mimpi membeli rumah pondok indah, atau pesawat pribadi atau punya anak 15 itu tercapai??

Aneh rasanya, saya menulis blog tapi mengambil topik seperti ini, tapi memang mungkin untuk kebanyakan orang yang berusia saya dan bukan berasal dari keluarga yang kaya raya sekaya keluarga cendana, atau bakrie, ini menjadi pikiran utama. Lalu secara ironi pemikiran ini dapat disambungkan ke segala macem arah dan tujuan, tergantung seberapakah kita stress dan tertekan. Sebagai contoh saja : Penyesalan terhadap fakultas atau jurusan yang diambil pas perguruan tinggi menjadi alasan penghambat tergapainya cita-cita. Mungkin ini hal sepele, tapi banyak orang yang melakukan hal ini.

Seperti para pekerja di perbankan atau mungkin di pemda. Mereka tentu orangporang terdidik dan bergelar, tapi anda bayangkan. Sarjana FMIPA lalu bekerja di BANK, sarjana PERTANIAN bekerja di dinas tata kota. Ini yang saya maksud bahwa pilihan kita di perguruan tinggi itu menentukan masa depan. Saya juga tau, bahwa lulusan FMIPA juga tidak bercita-cita jadi teller bank, tapi saking susahnya celah untuk masuk pada dunia kerja membuat kita terpaksa melakukan segala macam buat bertahan hidup hingga mengambil pekerjaan yang tidak menyalurkan bakat anda/kita secara maksimal.

Sudah sampai di tahap ini, dan kita menikah dan punya anak dan kita menyadari bahwa kita tidak bisa lebih. Mid life crisis datang (silahkan baca di blog post saya sebelumnya tentang midlife crisis).

Sedikit mengungkapkan curhan hati (dan siapa tau bisa jadi bermanfaat bagi yang membaca {kalau ada yang baca}). Saya masuk jurusan HUBUNGAN INTERNASIONAL itu kalau menurut orang tua itu pilihan saya, tapi kalau menurut saya pribadi, itu merupakan dorongan dari orang-orang agar saya masuk pada jurusan itu, dan juga demi menghindari pelajaran IPA. Dan setelah saya masuk di HI, saya berangan-angan untuk tidak menjadi diplomat (sedikit aneh kedengaranya, karena tujuan utama orang masuk HI itu agar bisa bekerja di DEPLU). Tapi menimbang nimbang saya malahan lebih ingin menjadi seorang dosen. Kedengaranya memang aneh. Membuang peluang yang besar untuk menghasilkan uang sebagai seorang diplomat, dan beralih menjadi dosen.

Mungkin saya melihat ada beberapa aspek dari pekerjaan diplomat yang tidak cocok di dalam kebiasaan dan angan-angan saya. Semenjak perubahan rencana kerja hidup saya dari diplomat menjadi dosen (JADI DOSEN KALAU IP SAYA BAGUS DAN KETERIMA DI UGM) saya mulai menyadari bahwa kalau saya menjadi dosen, maka saya tidak akan bisa beli pesawat terbang, Mercedez Benz S-Klasse yang saya impikan juga seakan-akan menjadi jauh dari jangkauan lagi. Mungkin saya harus senang dengan punya mobil dan rumah serta pendidikan yang baik buat anak-anak saya kelak, namun tidak menjalani kehidupan bak perlente dan mewah.

Hikmah yang bisa saya ambil :

Lakukanlah pekerjaan karena itu menjadi kesenangan dan inspirasi anda, bukan karena jumlah uang yang anda peroleh atau jabatan. Ingatlah, Tuhan maha adil dalam membagi rezeki.