Sunday, July 18, 2010

Tentang apa jadinya diri kita di masa depan.

Pernahkah anda berpikir (bila anda sedang mengalami usia seusia dengan saya, yaitu 20 tahunan), apa jadinya anda ketika lulus kuliah kelak? Apakah anda dapat menggunakan segala kemampuan dan pengetahuan formal yang anda peroleh di perguruan tinggi secara maksimal? Akan kah mimpi membeli rumah pondok indah, atau pesawat pribadi atau punya anak 15 itu tercapai??

Aneh rasanya, saya menulis blog tapi mengambil topik seperti ini, tapi memang mungkin untuk kebanyakan orang yang berusia saya dan bukan berasal dari keluarga yang kaya raya sekaya keluarga cendana, atau bakrie, ini menjadi pikiran utama. Lalu secara ironi pemikiran ini dapat disambungkan ke segala macem arah dan tujuan, tergantung seberapakah kita stress dan tertekan. Sebagai contoh saja : Penyesalan terhadap fakultas atau jurusan yang diambil pas perguruan tinggi menjadi alasan penghambat tergapainya cita-cita. Mungkin ini hal sepele, tapi banyak orang yang melakukan hal ini.

Seperti para pekerja di perbankan atau mungkin di pemda. Mereka tentu orangporang terdidik dan bergelar, tapi anda bayangkan. Sarjana FMIPA lalu bekerja di BANK, sarjana PERTANIAN bekerja di dinas tata kota. Ini yang saya maksud bahwa pilihan kita di perguruan tinggi itu menentukan masa depan. Saya juga tau, bahwa lulusan FMIPA juga tidak bercita-cita jadi teller bank, tapi saking susahnya celah untuk masuk pada dunia kerja membuat kita terpaksa melakukan segala macam buat bertahan hidup hingga mengambil pekerjaan yang tidak menyalurkan bakat anda/kita secara maksimal.

Sudah sampai di tahap ini, dan kita menikah dan punya anak dan kita menyadari bahwa kita tidak bisa lebih. Mid life crisis datang (silahkan baca di blog post saya sebelumnya tentang midlife crisis).

Sedikit mengungkapkan curhan hati (dan siapa tau bisa jadi bermanfaat bagi yang membaca {kalau ada yang baca}). Saya masuk jurusan HUBUNGAN INTERNASIONAL itu kalau menurut orang tua itu pilihan saya, tapi kalau menurut saya pribadi, itu merupakan dorongan dari orang-orang agar saya masuk pada jurusan itu, dan juga demi menghindari pelajaran IPA. Dan setelah saya masuk di HI, saya berangan-angan untuk tidak menjadi diplomat (sedikit aneh kedengaranya, karena tujuan utama orang masuk HI itu agar bisa bekerja di DEPLU). Tapi menimbang nimbang saya malahan lebih ingin menjadi seorang dosen. Kedengaranya memang aneh. Membuang peluang yang besar untuk menghasilkan uang sebagai seorang diplomat, dan beralih menjadi dosen.

Mungkin saya melihat ada beberapa aspek dari pekerjaan diplomat yang tidak cocok di dalam kebiasaan dan angan-angan saya. Semenjak perubahan rencana kerja hidup saya dari diplomat menjadi dosen (JADI DOSEN KALAU IP SAYA BAGUS DAN KETERIMA DI UGM) saya mulai menyadari bahwa kalau saya menjadi dosen, maka saya tidak akan bisa beli pesawat terbang, Mercedez Benz S-Klasse yang saya impikan juga seakan-akan menjadi jauh dari jangkauan lagi. Mungkin saya harus senang dengan punya mobil dan rumah serta pendidikan yang baik buat anak-anak saya kelak, namun tidak menjalani kehidupan bak perlente dan mewah.

Hikmah yang bisa saya ambil :

Lakukanlah pekerjaan karena itu menjadi kesenangan dan inspirasi anda, bukan karena jumlah uang yang anda peroleh atau jabatan. Ingatlah, Tuhan maha adil dalam membagi rezeki.

No comments:

Post a Comment